Jumat, 15 Mei 2015

Tanya Jawab - Killeur Calculateur

sumber gambar

Killeur Calculateur, unit post-punk asal Malaysia ini membuat sebuah rangkaian tur di Indonesia dalam rangka mempromosikan album yang dirilis pada 30 Oktober 2014 lalu, yaitu Book Of Flags. Pada hari Rabu (13/5/15) lalu saya berkesempatan untuk ngobrol-ngobrol dengan mereka (Alijo, Zamir, Rafique, dan Smek) sekaligus menyaksikan performa mereka malam itu. Terus terang saya tidak banyak mengikuti perkembangan band punk dari Malaysia/Singapore, juga gaya musik yang mereka mainkan, dan aksi mereka pada malam itu benar-benar menghempas dimensi pendengaran saya juga menjawab semua pertanyaan saya. Ini transkrip rekaman perbincangan kami malam itu, kami berbicara mulai dari hal klise dari sebuah band punk yang kemudian menyambung pada pembicaraan tentang lagu baru mereka yang menggunakan bahasa Melayu. Selamat membaca.

Hello Killeur Calculateur, apa jenis musik yang kalian mainkan?

Generally we just call it post-punk, we try to develop sounds from our influences like Fugazi, My Disco, and At The Drive-In. But, basically it’s just being punk i guess.

Apa kalian menemukan band yang gaya musiknya sama dengan kalian?

Yes, of course. We’ve been lucky enough to play with a band form Bandung, Wreck. Sebuah band keren yang kami rasa memiliki kesamaan dengan kami. Juga Vague dari Jakarta.

Hal apa saja yang menginspirasi kalian dalam penulisan lirik? 

Dari apa yang terjadi di hidup kami. Kami gabungkan apa yang masing-masing dari kami alami. Biasanya kita semua punya pengalaman masing-masing dari suatu kejadian. Lalu kita saling sharing atas isu tersebut. Dan dari situ kita dapat ide untuk lirik kita.

Apa kalian pernah merasa kesulitan dalam mencari gig untuk kalian sendiri?

Tidak begitu sulit karena sebelumnya kami berasal dari band yang berbeda. Jadi sudah ada teman, sudah ada networking. Waktu Killer Calculateur baru terbentuk, kami merekam dahulu materi-materi kami, setelah itu ternyata banyak yang mendengarkan dan menyukainya, setelah itu baru ada tawaran kami untuk main di beberapa acara. Adalah sebuah kontribusi kepada scene ketika sebuah band mengeluaran rilisan.

Apa yang kalian dapatkan atau nikmati dari kegiatan tur seperti ini?

Kami dapat banyak pelajaran, tambah pengalaman, dapat kawan baru, jumpa kawan lama. Sebelumnya kami sudah pernah ke Indonesia, bersama Off Minor, kami tur ke Jakarta, Solo, dan Bandung.

Saya mendapatkan kabar kalau kalian akan memakai bahasa ‘Melayu’ dalam lagu baru kalian? Apa kalian tidak kesulitan tidak merasa kesulitan mengaplikasikan bahasa ‘Melayu’ dengan musik yang cenderung ‘kebarat-baratan’ ini?

Hal tersebut adalah sebuah tantangan yang baik untuk kami. Kita sadar bahwa punk dilahirkan di Inggris dan di Amerika, dan mereka menggunakan bahasa ibu mereka. Jadi ketika punk mulai diadaptasi di tempat lain di dunia, mereka pasti  memulainya dengan menggunakan bahasa Inggris. Pada level selanjutnya, alangkah baiknya jika kita memakai bahasa kita sendiri agar lebih mudah ketika isi dari lagu tersebut dibagikan pada orang lain. Sebab, isu-isu yang diutarakan sebenarnya lebih berguna untuk orang-orang dari tempat kita sendiri. Kami terinspirasi dari Wreck yang menulis lirik dengan bahasa ibu mereka, setelah itu kami memutuskan untuk juga menulis menggunakan bahasa ibu. Sebagai contoh, pada satu level kebanyakan pendengar musik punk adalah laki-laki, karena terdapat suatu appeal bahwa punk-rock itu lebih menarik di kalangan lelaki. Barangkali kalau diterapkan dengan bahasa ibu mungkin bisa menjangkau kalangan lebih luas (kalangan perempuan). Dan supaya Ibu kita sendiri kita juga bisa mengerti apa yang sedang kita lakukan hahaha.

Apa kalian menikmati musik pop Melayu?

Sampai sekarang kita masih menikmati musik-musik pop melayu. Semalam kami baru memborong kaset musik-musik keroncong. 

Wow, rekaman musik apa saja yang kalian beli semalam?

Smek : Aku beli bengawan solo yang asli, dan juga kompilasi The Best Of Kerongcong  yang dirilis oleh Lokananta. Selepas jamming, aku suka dengarkan musik Keroncong.
Rafique : Aku hanya beli record-record lama yang perlu dicuci dahulu, cuma coba-coba saja.
Zamir: Aku beli koleksi hits Keroncong, dalam bentuk kaset.
Alijo : Aku beli kompliasi keroncong yang berasal dari tahun 60-an. Keroncong pun berasal dari Portugis kan? Ketika dibahasakan dengan bahasa ibu sendiri, cocok juga kan? Makanya kenapa punk tidak bisa begitu juga? Itu layak dicoba hahaha. Rata-rata anak di Malaysia juga punya taste yang luas, kalau bukuam musik melayu, mereka mendengarkan musik India atau Pakistan.

Ada pesan yang ingin disampaikan kepada teman-teman pembaca dari Indonesia?

Alijo : Terima kasih Indonesia sudah memberi pengalaman yang tak bisa dilupakan buat kami. Kami merasa bangga, kita hanya bersebelahan tapi pengalamann-pengalamannya sungguh berbeda. Sangat kaya negeri Indonesia ini.
Smek : Terimakasih buat teman-teman dari Pekanbaru, Bleakfuture dari Padang, Deden dari Alternaive, Necros Division, Husted Youth, Yudhis dari Vague, Udin dan teman-teman Otak Kotor, teman-teman Solo, dan terima kasih buat kamu juga sudah wawancara kami, sampai jumpa lagi, Insya Allah.
Zamir : Stay curious Indonesia!

Selasa, 12 Mei 2015

Pengalaman Mendengarkan : Kompilasi Memobilisasi Kemuakan (2014)

 

“Seperti disebutkan Max Lane, prakterk politik demokrasi elitis yang sepenuhnya dikuasai oleh elite lama itu telah membuat rakyat kebanyakan mengalami alienasi. Kenyataan ini bisa dilihat secara kasat mata. Masyarakat luas makin menyadari bahwa pemilu hanya menjadi ajang para politisi korup untuk mendulang suara. Selama tiga periode elektoral ( 1999-2004, 2004-2009,  2009-2014), mereka menyaksikan praktik demokrasi semakin elitis, semakin jauh dari kepentingan rakyat. Dengan presepsi yang meluas ini, pemilu – bahkan demokrasi – dianggap tidak relevan dengan masalah kehidupan sehari-hari mereka.”

Golongan Putih: Dari Alienasi ke Oposisi, AE Priyono, www.indoprogres.com edisi Maret 2014
             
Kutipan artikel tersebut saya salin dari teks yang saya dapatkan sebagai bonus dengan mengunduh gratis “Kompilasi Memobilisasi Kemuakan” yang telah beredar luas di dunia maya sekitar pukul 8 pagi, pada hari Selasa tanggal 8 April 2014. Kompilasi ini telah disiapkan oleh Grimloc Records, salah satu label rekaman independen yang berbasis di kota Bandung, untuk menyambut dimulainya ‘pesta demokrasi’ yang akan segera dirayakan oleh Negara Republik Indonesia. Pesta demokrasi dimana masing-masing individu yang merupakan warga negara Indonesia berhak atas satu suara untuk memilih wakil-wakil yang diharapkan nantinya bisa mewakili keinginan masing-masing individu tersebut. Telah saya sebutkan dalam salinan kutipan artikel pada bagian paling awal dari tulisan ini, bahwa  individu-individu yang diharapkan akan memiliki peran sentral dalam ‘pesta demokrasi’ nampak begitu muak dengan segala bentuk iming-iming politisi demi mengejar suksesi dari ‘pesta demokrasi’. Demokrasi kotak suara dianggap sudah malfungsi, janji politisi dipandang sebagai ilusi, rakyat lebih memilih mandiri, menyongsong 'demokrasi'-nya sendiri-sendiri.
             
Di dalam kompilasi ini terdapat 12 band yang dengan sukarela berpartisipasi meluapkan amarah dan kemuakan kolektif ini melalui "Kompilasi Memobilisasi Kemuakan”. Seperti yang bisa kita lihat dari judul kompilasi ini, ya, kompilasi ini menghendaki sebuah mobilisasi, ya, mobilisasi kemuakan dari tiap entitas yang berpartisipasi dan mereka-mereka yang merasa satu bunyi. Nampak terlihat bahwa label rekaman dari rilisan ini tidak mengkurasi dengan melihat ragam bunyi yang dimainkan oleh tiap proyek musik yang berpartisipasi. Grimloc Records murni melihat dari semangat dalam konten lagu-lagu yang mereka bawakan. Bisa kita lihat sebagai contoh perbedaan dalam kobaran nada yang dimainkan oleh Wreck, dengan DC Sound post-hardcore yang begitu lembut dengan Eyefeelsix yang membawa unsur rap-rock dalam music hip-hop mereka yang kedengaran jauh lebih kasar. Bisa kita lihat bahwa kedua band dengan ragam bunyi yang berbeda, memilki semangat dan suara yang sama di dalam kompilasi ini. Berikut ini penggalan kalimat dari “We Drift Like Dandelions” oleh Wreck : You said : “Let’s join with us and gimme your dignity, so I will pay your dreams!” / I said : “Eat a dick, I’ll mock you. You’re truly an asshole bastard” dan berikut penggalan kalimat dari “Manifes” oleh Eyefeelsix : Memilih untuk tidak memilih lebih baik berdalih dengarkan mereka bertasbih dengan mulut berbuih. Meskipun begitu berbeda dalam presentasi musiknya, dan ketika presentasi bertemu selera masing-masing pendengar dalam suatu dimensi, kedua band diatas, serta band-band lain yang ada dalam kompilasi ini, sama-sama menggambarkan kemuakan dengan sistem demokrasi kotak suara melalui bunyi. Sehingga disini, saya nilai Grimloc Records telah menjalankan fungsi kurasinya dengan ideal. Dalam suatu kompilasi, bentuk mobilisasi kemuakan digital ini, dengan tema krusial dan aktual, dapat sekaligus berperan sebagai penyatu selera para pecandu bunyi, untuk menjelajahi banyak ragam bunyi dalam suatu kompilasi yang menjadi media informasi tentang bobroknya pelaksanaan demokrasi di suatu negeri. Oh iya, bonus lain dari kompilasi ini adalah bagi kalian yang rindu dengan suara lantang Morgue Vanguard (Ucok Homicide), beliau akan mengobati kerinduan anda-anda sekalian melalui proyek terbarunya yang bernama Bars of Death.

Cara yang dipilih dengan menggratis unduhkan kompilasi ini, dalam suatu aksi yang menghendaki suatu mobilisasi adalah pilihan yang tepat dengan melihat bagaimana internet telah menjadi hal yang cukup sentral dalam kehidupan manusia, dalam hal ini bagi para pecandu bunyi. Namun alangkah lebih baiknya ketika mereka akan menerbitkan rilisan digital lewat dunia maya, agar terlebih dahulu benar-benar memilih perangkat lunak yang paling stabil lalu lintas pendistribusian berkas digitalnya di dunia maya. Karena, ketika Grimloc Records membagikan tautan unduh tunggal kompilasi tersebut melalui website resmi mereka, yang terjadi malah website resmi mereka down karena lalu lintasnya yang terlalu ramai. Untung saja banyak kawan-kawan di jejaring sosial yan gsecara spontan menggunggah ulang berkas digital kompilasi tersebut ke tautan-tautan unduh lain agar tetap dapat diakses oleh para pecandu bunyi. “Sekali lagi, kami tidak mengajak kalian golput, namun lebih dari itu kami mengajak kawan2 mempertanyakan fondasi dari demokrasi kotak suara”, kicau Grimloc Records melalui akun twitter mereka. Saya cuma mau mencoba membuat sebuah epilog tanpa bicara soal benar dan salah dalam resensi ini. Bahwa setiap sistem atau ideologi, masing-masing ideologi akan tetap menjadi penyaji mimpi atau ilusi. Bila manusia-manusia yang beralienasi ini tak lekas mencoba distimulasi dengan suatu wacana tentang mobilisasi. Dalam hal ini, pratik mobilisasi kemuakan yang dikristalisasi oleh Grimloc Records dan seluruh peserta kompilasi melalui “Kompilasi Memobilisasi Kemuakan” saya rasa telah menjadi sebuah produk stimulan yang sakti, dan sangat disarankan untuk segera dikonsumsi, bagi mereka yang telah beralienasi, karena ini bukan sekedar caci, dan juga bukan sekedar bunyi, ini adalah buah kemuakan dari palsunya suatu praktik demokrasi. 

Tracklist :
1.Gugat - Funeral
2. Eyes Of War - Believe Your Choice
3. Eyefeelsix - Manifes
4. Godless Symptoms - Yakin Takkan Memilih
5. Wreck - We Drift Like Dandelions
6. Ayperos - Menolak
7. Jagal Sangkakala - Tamak
8. Milisi Kecoa - Bukan Untukku!
9. Resist - Never Trust Government
10. wethepeople! -
11. Bars Of Death - All Cops Are God
12. SSSLOTHHH - Deep, Far, And Beyond